Feeds RSS

Sabtu, 03 April 2010

ARTERI RENAL STENOSIS

A. Definisi penyakit
- Arteri renal stenosis (ARS) adalah terhambatnya atau tersumbatnya suplay darah di arteri yang menuju ke ginjal, biasanya di sebabkan arterosklerosis (vibromaskular displasma) pada dinding arteri atau adanya formasi skar di arteri. ( www.about.com).
- ARS adalah gangguan aliran darah menuju ginjal paling sering di sebabkan oleh arterosklerosis, vibromaskular displasia, gangguan arteri renal ini bias berakibat terhambatnya atau berkurangnya aliran darah menuju ginjal, hypertensi dan atrofi pada renal dapat di sebabkan oleh ARS, lebih lanjut dapat menyebabkan gagal ginjal bila tidak ditangani. (www.Wikipedia.com).
- ARS adalah gangguan pada satu atau dua arteri yang membawa suplay darah ke dua ginjal, renal maksudnya ginjal dan stenosis artinya penyempitan. ARS bias menyebabkan tekanan darah meningkat dan terganggu fungsi ginjal. ARS lebih sering menjadi penyebab hypertensi. (www.emedicine.com).

B. Etiologi
1. penyebab paling dominan arterosklerosis, biasanya pada usia 50 tahun keatas
2. Pada yang lebih muda di bawah 40 tahun kebanyakan di temukan pada wanita dengan vibromaskular displasia
3. Arteritis
4. Renal arteri anurisme
5. Ekstrinsik (karena tekanan dari luar)
a. Neoplasma
b. Neurofibromatosis
c. Trauma (fibrous bands) trauma internal bleding, pembentukan fibrous
( www.about.com)

C. Epidemiologi
Fibrodisplasia penyebab ARS sering terjadi pada wanita usia 20 tahun sampai 50 tahun. Penyakit vascular yang berhubungan dengan ginjal kurang dari 1% dari semua kasus hipertensi. Pada orang-orang yang sudah menderita tekanan tekanan darah tinggi atau memiliki resiko tinggi penyakit vascular yang berhubungan dengan ginjal adalah penyebab 10% sampai 40% dari semua penyakit. Di A,merika serikat 1-10% atau 50 juta orang menderita hipertensi akibat renovaskular, sedangkan arterosklerosis banyak di derita oleh pria tua terutama perokok, dan biasanya mengenal 1/3 proksimal arteri renalis di dekat aorta di temukan pada wanita usia tua dengan serum creatinin yang meningkat.
Pda tahun 1964 Holley melaporkan tingkat ARS adalah 27% dalam 258 kasus yang mempunyai riwayat hipertensi , dan 17% pada pasien yang memiliki tekanan darah normal, diantara mereka yang berusia lebih dari 70 tahun sebanyak 62% menderita ARS. (www.about.com).
D. Pathofisiology
Pada pasien dengan ARS di mulai dengan kerusakan endothelium yang tidak bersih yang di sebabkan seperti dislipidemia, rokok, hypertensi, diabetes mellitus, imun injury, dan bertambahnya kepekatan cairan bias menambah kerusakan endothelium pada kasus arterosklerotik. Permeabilitas endothelium terhadap plasma makromulekul (ex: LDL) bertambah, sel endothelium menurun dan bertambahnya sel otot dan bertambahnya makrofag pada intima, jika arterogenic lipoprotein pada level yang krisis pada mekanisme ke depan akan di dapat penggumpalan lipoprotein dari daerah tersebut yang akan menimbulkan lesi ateromatus (arteri yang rusak pada dinding dan intima)
Aliran darah ke ginjal 3 sampai 5 kali kekuatan perfusi pada ginjal di banding kan organ lain, ini disebabkan oleh filtrasi kapiler pada glumerulus, tekanan hidrotatik dan aliran darah pada kedua kapiler glumerulus sangat penting dalam menentukan Glumerulus Filtrat Rete (GFR).
Pada pasien ARS adanya ischemia cronis yang di sebabkan oleh aliran darah ke ginjal yang tersumbat membuat perubahan pada ginjal terutama jaringan tissue pada tubular, perubahan-perubahan tersebut termasuk juga atropi pada kapiler glumerulus, tubulus sclerosis, terjadi perubahan di kapsul bowman arteri medial intra renal, pada pasien ARS , GFR tergantung pada angiotensin II dan modulator lain yang ikut mempertahankan system regulasi antara arteri afferent dan efferent , kegagalan mempertahankan GFR jika tekianan perfusi ginjal di bawah 70-85 mmHg , gangguan fungsi pada autoregulasi bias menyebabkan kerusakan arteri suplay 50 % (www.emidicine.com).

E. Tanda dan Gejala :
Kebanyakan dari kasus ARS adalah asymptomatic, masalah utama tekanan darah meningkat yang tidak dapat di control dengan obbat-obatan, perkembangannya fungsi kedua ginjal dapat menjadi sangat kekurangan suplay darah atau ketika di beri obat dengan ACE inhibitor, beberapa pasien akan mengalami pulmonary edema (gagal jantung pada ventrikel kiri yang mendadak).
Ada abdominal bruits, nyeri pada area flank setiap berjalan, dan urine spesifik grafity meningkat. (www.emidicine.com).

F. Diagnostik Test
1. Laboratorium
a. Tingkat serum creatinine untuk menilai gangguan fungsi renal, dapat dijadikan tolak ukur dasar untuk mengkalkulasi berdasarkan pada cockroft-Gault
b. Pemeriksaan urin 24 jam untuk menilai tingkatan gangguan fungsi ginjal untuk mengukur tingkat derajat protein uri, dimana pada gangguan nefrotik jarang
c. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya sel darah merah yang menandakan glumerulonefritis
d. Test Serologic untuk systemic Lupus Erythematosus atau vaskulitis jika kondisi-kondisi ini disarankan.
e. Studi untuk menilai Renin Angiostensin System adalah test diagnostic pada pasien dengan arterosklerosis
f. Aktivitas feripheral rennin pada individu yang sehat menjadi bahan pikiran penyebab.

2. Pemeriksaan Pencitraan
a. USG /Ultrasound
a) Kelainan ultrasound bias menampilkan gangguan ginjal pada pasien.
b) USG hanya menampilkan dari organ, bukan test fungsi dari ginjal.
c) Hanya memberi kontribusi pada kasus ARS ini melalui ukuran ginjal.
b. Radionuclide Scanning (RS)
a) Dengan menggunakan RS dengan dosis tunggal captopril pada pasien yang masih normal fungsi renalnya, namun dicurigai adanya penyakit fibromuskular.
b) Pada pasien dengan ischemic nefropathy (serum creatinine >2 mg/dl) yang sering berkaitan dengan penyakit parenchyma ginjal atau vascular dengan pemeriksaan lain sulit dibedakan apakah penyakit parenchyma atau nefropathy (ARS/ ischemic).
c. Duplex Ultrasoun Scanning
a) Tehnik diagnostic non invasive, kombinasi antara B- ultrasound dengan dopler untuk melihat kecepatan arus.
b) Tehnik diagnostic non invasive yang relative murah dan dapat di gunakan pada pasien dengan semua tingkatan fungsi ginjal.
c) Test ini sangat sensitive dan spesifik (98%) memerlukan SDM yang terlatih , makanya USG duplex ini mungkin tidak selalu tersedia di fasilitas center.
d. Spiral CT angiography
a) Tehnik ini menggunakan zat kontras iodine dengan dosis besar yang disuntikan IV dan di tampilkan dengan pencitraan 3 dimensi yang menampilkan arteri renal.
b) Tahun 1995, Olbricht membandingkan antara CT angiography dengan digital angiography untuk mendeteksi gangguan arteri renal yang lebih 50%, CT angiography dapat menunjukkan hasil positive dan predictive negative sampai 91%.
c) Spiral CT angiography menggunakan tehnik tanpa caterisasi dan prosedur ini dapat dengan akurat menunjukkan anatomi renal arteri, tehnik ini menunjukken dari penusukan arteri, resiko emboli.
e. Magnetic resonan angiography (MRA)
a) Ialah tehnik non invasif yang mampu menunjukkan anatomi vascular dan informasi fisiologi dari fungsi renal, tehnik ini mampu menvisualisasi langsung arteri tanpa zat kontras, laju aliran darah, GFR, dan perfusi. MRA masih mahal, kontra indikasinya clips metallic, pacemaker, intra ocularmetalic, atau implant lainnya.
b) Tehnik ini valit hanya pada stenosis proksimal 3-3,5 cm arteri renal, bagian distal dan beberapa bagian ARS tidak dapat di deteksi, kepekaan MRA untuk bagian proksimal 90%, 82% untuk ARS yang utama, 0% untuk segmental stenosis.
f. Conventional arteriography
a) Tehnik ini standar untuk konfirmasi dan identifikasi arteri renal, oklusi pada pasien dengan IRD, spesialis dapat melakukan renal arteriography dengan konvensional aortography, IV angiography intra arterial angiography atau carbondioxide angiography.
b) Konvensional aortography dapat menghasilkan gambaran arteri renal dengan tepat, dengan cara penusukan arteri, resiko emboli lemah, dan resiko zat kontras dapat menyebabkan acute tubular necrosis (ATN).
c) Carbon dioxide angiography adalah angiography alternative yang menggunakan kombinasi digital yang mencegah dari efek zat kontras pada pasien gangguan ginjal yang parah.
g. Contrast nephrotoxicity
a) Pasien dengan iskemik nepropathy biasanya progressive (misalnya cronik renal failure) sangat beresiko terhadap kontras nefrotoxicity.
b) Kontras nefropathy biasanya di tandai dengan kenaikan serum creatinine 3-6 hari sesudah di kontras dan dilaporkan 40% gagal ginjal.
c) Kebanyakan pasien dengan kontras nepropathy dapat memulihkan fungsi ginjalnya, 10% pasien memerlukan dialisis permanen.
h. Selection of diagnostic tests
a) Pasien dengan resiko tinggi ARS, pemilihan dignostik test yang paling baik masih kontraversi.
b) Identifikasi pasien dengan renovaskular hipertensi sulit di deteksi dengan tehnik non invasive (missal:USG), karena secara tidak langsung adanya lesi arteri renal.
c) Pada sisi lain, prosedur infasif lebih akurat namun resiko toxicity kontras dan komplikasi yang berhubungan dengan prosedur tersebut (mis: penusukan arteri, emboli arteri).
d) Keuntungan angiography konvensional selain untuk dignostik yang dapat bersamaan dengan dilakukannya therapy endomascular.
Spesialisasi dalam menentukan test diagnostic yang mempertimbangkan besarnya biaya, factor resiko, penggunaan MRA dapat di pertimbangkan, jadi dalam penentuan dignostik test dilihat lagi metode paling sesuai.

G. Treatment
Semua pasien (>80%) bilateral stenosis dan stenosis tunggal mempunyai kesempatan untuk di revaskularisasi tanpa memandang tingkat keparahannya
1. Jika fungsi renal masih normal atau mendekati normal, spesialis menganjurkan Revaskularisasi dengan criteria:
a. Derajat stenosis lebih 50-85%.
b. Derajat stenosis lebih 50-80% dan captopril scintigraphy tampak aktivitas intra renal (ARS).
2. Spesialist mengobservasi Renovaskularisasi (serial control tiap 6 bulan dengan doplex scanning, akurat untuk memblok penggumpalan), yang mana pasien mempunyai criteria:
a. Stenosis 50-80%, dan pada pemeriksaan scintigraphy negative.
b. Derajat stenosis kurang dari 50%.
3. Jika gangguan renal jelas, nyata, pemulihan fungsi ginjal bersamaan dengan pencegahan bertambahnya penurunan funfsi, sebelum dilakukan Revaskularisasi, lihat apakah:
a. Serum creatinine di bawah 4 mg/dl.
b. Serum creatinine di atas 4 mg/dl tapi pada arteri renal baru.
c. Jika kondisi-kondisi tambah parah, penulis menganjurkan Revaskularisasi
a) Derajat stenosis lebih 80%.
b) Level serum creatinine bertambah setelah mendapat ACE inhibitor.
c) Derajat stenosis 50-80% dan pada pemeriksaan scintigraphy positive.
4. Treatment konservatif pada pasien dengan diagnosis IRD yang tidak stabil, dengan kontraindikasi obselut terhadap pembedahan atau angiography, atau pasien yang kondisinya menuju ketahap gagal ginjal yang di sebabkan oleh IRD. Dokter harus memberi obat kombinasi calsium chanal blokers untuk mengontrol tekanan darah dan perbaikan ferpusi ginjal. Diharapkan dengan itu bias memperbaiki fungsi ginjal dan bertahan walaupun jangka pendek.

H. Surgical Care
1. Revaskularisasi
a. Bila arteri renal di duga tersumbat total.
b. Jika di duga pengembalian fungsi ginjal berhasil dengan kriteria :
a) Cirkulasi Collateral dan neprhogram pada angiography terlihat.
b) Panjang ginjal sampai dengan 9 cm.
c) Differential konsentrasi urine pada pemeriksaan urin split function.
d) Kembali dengan spontan setelah arteriotomy paska bedah.
e) Berfungsinya nepron setelah biopsi.
c. spesialisasi menganjurkan nephroctomy jika yang kena hanya satu ginjal.
2. Percutaneus Transluminal Angioplasty
a. Untuk melebarkan lumen artery.

I. Medication
1. Anti hipertensi therapy yang kuat untuk mengendalikan hipertensi.
2. Obat-obat beta blokers atau angiotensin converting enzyme inhibitor di berikan.
3. Analgesic di berikan untuk mengurangi nyeri karena penyempitan atau penyumbatan vascular.
4. Untuk mencegah pulmunary embolism di berikan anti coagulant.

J. Activity
Gerak badan aerobic secara teratur dianjurkan karena bisa membantu mengurangi berat badan bagi pasien obesitas dan resiko penyakit jantung. Akan tetapi gerak badan yang melelahkan seperti angkat besi atau gerak badan yang menyangkut manuver’s lebih baik di hindarkan.

K. Health Education
1. Modifikasi diet : makanan rendah cholesterol dan rendah garam.
2. Gerakan badan aerobic secara teratur.

3. Cara mengukur tekanan darah dan artinya.
4. Efek samping dari Anticoagulant therapy.

II. NURSING MANAGEMENT

A. Assesment
1. Subjektive Data :
a. Nyeri pada area flank setiap berjalan.
b. Kurangnya urin output.
c. Ada riwayat arterosklerosis, merokok, DM, hipertensi, arteritis, arteri renal anurism.
d. Cemas.

2. Objective Data
a. Adanya abdominal bruits.
b. Hipertensi.
c. Edema.
d. Urine spesifik gravity meningkat.
e. Pemeriksaan diagnostik test yang di lakukan positive.

B. Nursing Diagnosa
1. Penurunan perfusi jaringan b/d penyempitan arteri sekunder terhadap ARS.
2. Nyeri akut b/d ischemia jaringan sekunder terhadap penurunan suplai darah ke ginjal.
3. Kelebihan volume cairan b/d kerusakan fungsi ginjal.
4. Cemas b/d status kesehatan.

C. Nursing Intervention
1. Diagnosa 1
a. Observasi tanda-tanda vital (BP, pols, resp).
b. Pantau terus fungĂ­s ginjal.
c. Berikan oksigen sesuai order dokter.
d. Monitor denyut perifer, edema, waktu pengisian kapiler, warna dan suhu ekstremitas .
2. Diagnosa 2
a. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.
b. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
c. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidak efektifan control nyeri masa lampau.
d. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
e. Tingkatkan istirahat.
f. Pili dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan Inter. Personal).
g. Kolaborasi dengan dokter jira ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.
3. Diagnosa 3
a. Monitor BB tiap hari.
b. Ukur peningkatan BB.
c. Pertahankan catatan inteke dan output cairan selama 24 jam, balance cairan.
d. Monitor status hidrasi (membran mucosa, nadi, tekanan darah orthostatik).
e. Monitor hasil laboratorium yang berhubungan dengan retensi cairan.
f. Kaji lokasi edema.
g. Kelola pemberian diuretik (kolaborasi).
h. Monitor status nutrisi.
i. Monitor status hemodinamik.
4. Diagnosis 4 :
a. Penurunan kecemasan.
a) Tenangkan klien
b) Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
b. Berusaha memahami keadaan kliea.
c. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan.
d. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
e. Pengurangan Kecemasan.
f. Ajarkan pada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan kecemasan.
g. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
h. Sarankan terapi alternatif untuk mengurangi kecemasan yang di terima oleh klien.
i. Peningkatan Koping.
j. Dukung penggunaan mekanisme defensif yang tepat.
k. Dukung keterlibatan keluarga dengan cara yang tepat.
l. Bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi positif untuk mengatasi
keterbatasan dan mengelola gaya hidup atau perubahan peran.

D. Evaluasi
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
2. Klien tidak nampak edema atau berkurang.
3. Pasien mengatakan nyeri berkurang.
4. Pasien mampu istirahat tidur.
5. Klien mampu menggunakan strategi koping efektif.
6. Tidak ada manifestasi prilaku kecemasan.
7. Klien mampu menggunakan support sosial.

2 komentar:

felix gunawan mengatakan...

Untuk yang sedang memerlukan terapi pengobatan herbal gagal ginjal yang sudah cuci darah silahkan Baca artikel agar dapat diobati dengan metode yang tepat menggunakan bahan alami untuk lengkapnya silahkan obat alami sakit gagal ginjal cuci darah

Indra Gunawan mengatakan...

Nice post, thanks for sharing . Solusi terbaik untuk kesehatan jantung anda di pengobatan jantung koroner , dengan konsep kesehatan sel dapat membuat jantung sehat alami penjelasannya klik disini

Posting Komentar